Pesan anti kekerasan di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta di Marunda, Cilincing, Jakarta Utara. Foto diambil pada Rabu (11/1/2017). KOMPAS.com/Robertus Belarminus
"Ingat! Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan," bunyi sebuah pesan yang dipasang di salah satu dinding asrama putra di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta.
Ironisnya, pesan yang terpampang dalam balutan bingkai berwarna emas itu hanya berjarak kurang dari 25 meter di kamar tempat terjadinya penganiayaan terhadap Amirulloh Adityas Putra (19), taruna tingkat 1 sekolah pelayaran itu, yang tewas dianiaya seniornya.
Pesan anti-kekerasan ini sebenarnya tak hanya satu saja yang terpasang, tapi bisa dijumpai di cukup banyak sudut dan tempat. Demikian dilansir kompas.com.
Saat masuk dan menginjakkan kaki di gedung depan STIP bercat biru yang berbatasan langsung dengan lapangan, pemandangan ke depan menyuguhkan spanduk biru besar dengan pesan tulisan dengan huruf kapital berwarna merah "Pelaku Tindak Kekerasan / Pemukulan Akan Dikeluarkan Dari STIP".
Dari lapangan upacara STIP tersebut itu pun, spanduk dengan tulisan yang sama bisa dilihat digantungkan di dinding belakang gedung depan. Pesan lebih jelas lagi ada di sebuah tugu memorial yang berdiri di halaman kecil di dalam kampus STIP Jakarta.
Tugu bercat hitam dan putih itu untuk mengingatkan kasus kekerasan yang pernah terjadi di lembaga pendidikan itu. "Hindari Tindak Kekerasan Agar Tidak Terulang Lagi Peristiwa 12 Mei 2008 Yang Mengakibatkan Taruna Agung Bastian Gultom Meninggal Dunia," bunyi pesannya.
Masih ada lagi sebenarnya peringatan anti-kekerasan yang lainnya, yaitu di tulisan berjalan yang muncul di LED yang digantung di lorong menuju asrama.
Baca Juga: "Saya Mau Tanya Mereka, Kenapa Sampai Ngilangin Nyawa Anak Saya?"
Namun, apa daya peringatan tersebut, ternyata kekerasan tetap terjadi, ketika Amirullah harus tewas di tangan seniornya, sedangkan lima rekannya AF, IW, BBP, JS, dan BS luka memar.
Kejadian berulang
Kasus kekerasan di STIP sebenarnya bukan kali pertama terjadi. Berikut catatan yang dapat dirangkum:1. 12 Mei 2008, taruna Agung Bastian Gultom meninggal dunia. Kematian Agung sempat disebut kelelahan karena mengikuti latihan pedang pora oleh pihak STIP menyambut Agustusan.
Namun, polisi melihat ada kejanggalan dan mendesak keluarga memperbolehkan jenazah Agung untuk diotopsi. Selain itu, ada taruna lain yang mengaku bahwa dianiaya bersama Agung. Pihak keluarga mengizinkan makam Agung di Mabad Jerawat, Tandes, Surabaya, Jawa Timur, dibongkar polisi.
Jenazah Agung diotopsi tim dokter Rumah Sakit Dokter Soetomo, Surabaya. Hasilnya, ada luka memar di dada dan muka. Kepala bagian belakang mengalami pendarahan. Levernya rusak.
Korban lainnya antara lain, P, T, D, E, dan V. Para pelaku yang diduga menganiaya Agung adalah Las, Nug, Ant, Ang, Put, Ha, Ma, Kar, Rif, dan Har. Polisi menetapkan empat tersangka, tiga di antaranya divonis bersalah oleh pengadilan.
2. Di tahun 2008, tepatnya bulan November, kekerasan di STIP kembali terulang. Jegos (19), taruna tingkat pertama, dianiaya oleh taruna senior hingga gegar otak. Kekerasan ini dilatari Jegos tak kunjung mencukur rambut setelah diingatkan.
3. Kekerasan di STIP terjadi lagi pada tahun 2014. Kali ini nyawa taruna pertama, Dimas Dikita Handoko, melayang sia-sia di tangan para senior.
Dimas tewas dianiaya para seniornya karena dianggap tidak respek terhadap para seniornya. Polrestra Jakarta Utara mengamankan tiga tersangka pembunuhan Dimas yakni ANG, FACH dan AD.
Selain itu, polisi juga menangkap SAT, WID, DE dan AR sebagai pelaku penganiayaan terhadap enam rekan Dimas.
Ketujuh pelaku merupakan mahasiswa semester dua STIP. Enam teman Dimas yang juga ikut jadi korban penganiayaan yakni Marvin Jonathan, Sidik Permana, Deni Hutabarat, Fahrurozi Siregar, Arif Permana dan Imanza Marpaung.
Keenamnya juga merupakan mahasiswa semester satu STIP.
4. Pada 10 Januari 2017, taruna tingkat 1 STIP bernama Amirullah Adityas Putra (19) tewas di tangan para seniornya. Tak hanya Amirullah, lima teman korban AF, IW, BBP, JS, dan BS, mengalami luka dan memar akibat penganiayaan.
Mula kejadiannya, Amirullah yang merupakan taruna tingkat 1, yang seharusnya ada di Ring 1, dipanggil menghadap para seniornya di Ring 4.
Sesuai aturan di STIP, seharusnya antar tingkatan tidak boleh berada di ring yang bukan tempatnya. Aturan yang berlaku, Ring 1 untuk taruna tingkat 1, Ring 2 untuk taruna tingkat 4, Ring 3 untuk taruni (asrama perempuan), dan Ring 4 untuk taruna tingkat 2.
Entah bagaimana Amirullah dan lima temannya mesti dipanggil taruna tingkat 2 ke Ring 4. Lokasi penganiayaan merupakan kamar tidur yang terdiri dari lima tempat tidur bertingkat yang di cat abu-abu dengan lantai keramik putih.
"Korban meninggal di tempat tidur yang tidak ada spreinya itu. Bajunya juga masih ada di sana," kata salah satu pegawai STIP, menunjukan lokasi, Rabu (11/1/2017).
Lima taruna yang diduga pelaku berinisial SM, WH, I, AR, dan J diamankan Polres Metro Jakarta Utara. Tersangka J, meski tidak ikut menganiaya Amirullah, namun disebut menganiaya taruna teman Amirullah yang lain.
Pesan anti kekerasan di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta di Marunda, Cilincing, Jakarta Utara. Foto diambil pada Rabu (11/1/2017). KOMPAS.com/Robertus Belarminus
Penganiayaan terhadap Amirullah dan teman-temannya disebut terjadi di saat 'tradisi' menurunkan keterampilan alat musik tam-tam bagian dari drum band. Namun, bukan kepandaian yang diturunkan melainkan kekerasan.
Pihak Polres Jakarta Utara sendiri punya catatan berbeda soal kekerasan di STIP. Polisi menyebut, kasus kekerasan yang terjadi di STIP sebanyak tiga kali, yakni tahun 2012, 2013, dan 2017 ini.
"Berdasarkan data Polres Metro Jakarta Utara, STIP sejak berdiri sudah tiga kali kejadian yang sama mengakibatkan taruna atau mahasiwa STIP ini meninggal dunia," kata Kepala Polres Metro Jakarta Utara Komisaris Besar Awal Chairudin di Mapolres Metro Jakarta Utara, Rabu (11/1/2017).
Sedangkan Pembantu Ketua 2 STIP Heru Widada, secara terpisah mengatakan, kasus Amirullah ini merupakan juga kejadian kali ketiga, namun menyebut tahun yang berbeda. Di mana, kejadian yang pertama terjadi tahun 2008.
"Memang ini kejadian ketiga betul, dan sekarang tahun 2016 kejadian lagi. Sebenarnya sudah sangat kondusif," kata Heru, saat ditemui di STIP, Cilincing, Jakarta Utara, Rabu (11/1/2017).
Upaya pencegahan
Upaya untuk mencegah kejadian ini terulang telah dilakukan lembaga pendidikan tersebut. Heru menyebut, STIP melakukan perbaikan asrama, fasilitas, kemudian menyediakan tempat rekreasi, menerima orangtua berkunjung yang diatur jamnya, dan membuka hubungan komunikasi orangtua dengan lembaga pendidikan tersebut.Sosialisasi anti kekerasan dan peringatan-peringatan bagi yang melakukan kekerasan berupa tugu, spanduk, dan lainnya, dipasang di setiap sudut, termasuk imbauan dari dosen pengajar sudah dilakukan.
"Tapi kenyatan hari ini terjadi. Ini kita evaluasi kekurangan mana yang harus kita betulkan," ujar Heru.
Tugu memorial mengenang salah satu taruna STIP, di dalam lingkungan kampus STIP Jakarta yang meninggal akibat kekerasan di kampus tersebut. Foto diambil Rabu (11/1/2017). KOMPAS.com/Robertus Belarminus
Tim dari Kemenhub juga akan turun menginvestigasi hal ini.
"Memang dari Kemenhub sedang turunkan tim investigasi kejadian sebenarnya seperti apa," ujar Heru.
Heru belum mau menyebut apakah penyebabnya pastinya. Ia enggan mendahuli tim yang akan bekerja menginvestigasi itu.
"Nanti biarkan tim bekerja," ujar Heru.
Heru menyatakan, tim akan menemukan di mana letak masalah hingga terjadinya penganiayaan taruna di STIP. Polisi menurutnya juga sudah turun menginvesitigasi kasus tersebut. Pihaknya berjanji bekerja sama dengan penegak hukum.
"Nanti seandainya pihak kepolisian butuh data CCTV kita berikan," ujar Heru.
"Ingat! STIP Jakarta Akan Ditutup jika Terjadi Kekerasan"
4/
5
Oleh
Unknown